Antara Pulau Bangka-Belanda, Kisah Perjuangan Ki Hadjar Dewantara

AKARTA - Pria bertubuh kurus pelopor pendidikan itu bernama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Namanya akrab di telinga masyarakat Indonesia adalah Ki Hadjar Dewantara.
Siapa yang tak kenal pria kelahiran Pakualaman tersebut? Namanya kerap disangkutpautkan dengan pendidikan Indonesia di zaman perang. Pasalnya, selain seorang kolumnis, politisi, dan wartawan, pemilik nama Soewardi ini merupakan pendiri dari Taman Siswa. Sebuah lembaga pendidikan di zaman penjajahan Belanda bagi pribumi jelata menempuh hak pendidikannya seperti priyayi maupun elit-elit Belanda.
Berkat dedikasinya di dunia pendidikan Indonesia, pria kelahiran 2 Mei ini pernah menjabat sebagai Menteri Pengajaran Indonesia yang pertama. Soewardi kecil menempuh pendidikan ala Belanda di ELS, sekolah dasar bagi kaum Eropa, Belanda, dan kaum pribumi elit. Sebab Ki Hadjar ini berasal dari keluarga Kadipaten Pakualaman, seorang cucu dari Pakualam III.
Bahkan, dalam catatan pendidikannya, Soewardi juga sempat melanjutkan studi di Stovia, sekolah dokter Bumiputera. Namun, pendidikan tingginya itu tak ditamatkan lantaran sakit.
Permulaan karier di masa penjajahan Belanda, Ki Hadjar adalah seorang penulis dan wartawan surat kabar. Ia terkenal tajam dalam mengeritik pemerintah kolonial Belanda. Bahkan, saking tajamnya pena yang ia gunakan untuk kritisi pemerintah Belanda, Ki Hadjar pernah diasingkan ke Pulau Bangka.
Pengasingan Soewardi ini lantaran dirinya menulis tulisan yang menyudutkan Belanda. Tulisan bertajuk Als ik een Nederlander was yang dimuat dalam surat kabar De Expres tersebut dianggap terlalu pedas bagi birokrat Hindia Belanda. Soewardi pun ditangkap Gubernur Jenderal Idenburg berkat tulisan bertajuk bahasa Indonesia, Seandainya Aku Seorang Belanda.
Diasingkan di Pulau Bangka dan kemudian di Belanda, Ki Hadjar Dewantara mulai merintis cita-citanya memajukan pribumi dengan belajar ilmu pendidikan hingga memperoleh Europeesche Akta, sebuah ijazah pendidikan bergengsi bagi dunia pendidikan.
Sejumlah tokoh pendidikan Barat dan India mempengaruhi Ki Hadjar Dewantara untuk membangun sistem pendidikannya sendiri. Tokoh-tokoh itu di antaranya Froebel dan Montessori dari Barat serta Santiniketan dari keluarga Tagore di India.
Sepulangnya Soewardi ke Indonesia pada September 1919, ia segera bergabung untuk mengajar dalam sekolah binaan saudaranya. Dari pengalaman mengajar inilah yang menjadi cikal-bakal konsep bagi sekolah yang didirikan bernama Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa atau Perguruan Nasional Taman Siswa pada Juli 1922.
Taman Siswa sendiri adalah sekolah di luar dirian pemerintah Hindia Belanda. Berbeda dengan HIS atau ELS dan tingkatan jenjang lainnya, Taman Siswa adalah sekolah bagi pribumi jelata.
Jenjang di Taman Siswa juga tak jauh berbeda dengan sekolah milik pemerintah Hindia Belanda. Bedanya, Taman Siswa ini memiliki Taman Indria yang setara dengan TK. Lalu ada Taman Muda untuk setingkat sekolah dasar (SD). Taman Dewasa atau sekolah menengah pertama (SMP), dan Taman Madya untuk sekolah menengah atas (SMA).
Sekolah yang didirikan Ki Hadjar Dewantara ini rupanya juga ada di tingkat universitasnya, yakni Taman Guru atau Sarjana Wiyata. Taman Siswa inilah yang kemudian menjadi pedoman pendidikan yang dikenal sebagai Patrap Triloka.
Patrap Triloka, tiga semboyan yang hingga kini menjadi akar di dunia pendidikan Indonesia. Tiga semboyan itu menggunakan bahasa Jawa berbunyi Ing ngarso sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani. Tiga semboyan itu memiliki arti "di depan memberi teladan", "di tengah membangun motivasi", dan "di belakang memberikan dukungan".
Berkat sumbangan besarnya di permulaan lahirnya pendidikan di Indonesia, Ki Hadjar Dewantara dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan hari kelahirannya dijadikan Hari Pendidikan Nasional melalu Surat Keputusan Presiden RI no. 305 tahun 1959. Ia juga tercatat mendapat gelar doktor kehormatan atau doctor honoris causa dari Universitas Gadjah Mada (UGM). (https://news.okezone.com/.../hari-merdeka-antara-pulau...)

Sumber: 
Samsat Sungailiat
Penulis: 
https://news.okezone.com/read/2017/08/17/65/1757730/hari-mer
Fotografer: 
https://news.okezone.com/read/2017/08/17/65/1757730/hari-mer
Editor: 
Haryantono,S.E
Bidang Informasi: 
SAMSAT

Berita

06/03/2023 | Samsat Sungailiat
16/01/2023 | Samsat Sungailiat
06/12/2022 | Samsat Sungailiat
17/11/2022 | Samsat Sungailiat
22/09/2022 | Samsat Sungailiat
22/09/2022 | Samsat Sungailiat

Berita Berdasarkan Kategori