Dalam era keterbukaan dan transparansi yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip akuntabilitas, dibutuhkan suatu pengelolaan manajemen sumberdaya manusia(SDM) dengan metode yang berkaitan dengan penilaian kompetensi yang objektif dan dapat diterima oleh organisasi, pimpinan maupun elemen pendukungnya lainnya. Reformasi birokrasi menempatkan pengelolaan SDM sebagai salah satu pilar dari ketiga pilar pokok penyusun pembaharuan sistem tata kelola pemerintahan selain kelembagaan (organisasi), dan ketatalaksanaan. Dalam konteks tersebut guna mewujudkan Aparatur Sipil yang berkualitas dan profesional serta ketersediaan informasi mengenai profil kompetensi pegawai, yang mana hal tersebut dapat diperoleh dengan pelaksanaan pengukuran kompetensi atau lebih dikenal dengan Assessment Kompetensi.
Dengan lahirnya Undang-Undang No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), Indonesia memasuki babak baru kebijakan dan manajemen SDM Aparatur dari Closed Career System menuju Open Career System. Pengisian jabatan-jabatan pimpinan tinggi dalam birokrasi dilakukan secara terbuka dan kompetitif di antara PNS berdasarkan kompetensi dan kinerja. Dalam implementasi amanat Undang-undang Aparatur Sipil Negara untuk melakukan seleksi terbuka, dijabarkan lebih lanjut dalam hal mekanisme atau tata caranya pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi secara terbuka di berbagai instansi pemerintah, yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 tahun 2014 tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi di Lingkungan Instansi Pemerintah.
Secara umum, kompetensi merupakan sebuah kombinasi antara keterampilan (skills), karakter pribadi, dan pengetahuan yang tercermin melalui perilaku kinerja yang dapat diamati, diukur dan dievaluasi. Kompetensi dibedakan menjadi dua jenis, yakni soft competency dan hard competency. Soft competency berkaitan dengan kemampuan untuk mengelola proses pekerjaan dan membangun interaksi dengan orang lain. Sedangkan hard competency berkaitan dengan kemampuan fungsional atau teknis suatu pekerjaan. Kompetensi tidak hanya diartikan sebagai kemampuan (capability) atau keahlian (expertise) dan keterampilan (skill) belaka. Namun merupakan hasil dari pengalaman yang melibatkan pemahaman/pengetahuan, tindakan nyata serta proses mental yang terjadi dalam jangka waktu tertentu serta berulang-ulang sehingga menghasilkan kemampuan/keahlian dalam bidang tertentu. Oleh karena itu, kompetensi terbentuk dari interaksi antara faktor pengalaman dan faktor bawaan.
Dasar pengukuran dalam Assesment Kompetensi adalah dalam bentuk Standar Kompetensi Jabatan (SKJ), yang merupakan persyaratan kompetensi yang harus dimiliki oleh pegawai dalam melaksanakan tugas dalam jabatannya. Standar kompetensi yang dipersyaratkan untuk setiap jenjang struktural perlu dijelaskan secara informatif kepada seluruh pegawai sehingga dapat dijadikan pedoman untuk penempatan pegawai yang tepat (the right man on the right place and on the right job). Standar Kompentensi Jabatan bermanfaat untuk membantu dalam evaluasi/penilaian karyawan dan pengembangannya, membantu dalam merekrut tenaga kerja, serta program pelatihan sesuai dengan masing-masing individu guna mendukung kebutuhan organisasi. Persyaratan kompetensi yang disusun mengacu kepada Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara nomor 13 tahun 2011 tentang Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan Pegawai Negeri Sipil serta Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara nomor 07 tahun 2013 tentang Penyusunan Standar Kompetensi Managerial Pegawai Negeri Sipil kemudian dibakukan menjadi Kamus Kompetensi dari organisasi tersebut.
“Assessment Centre merupakan suatu metode penilaian yang berbasis perilaku dan melibatkan berbagai teknik evaluasi, termasuk menggunakan berbagai macam alat ukur. Assessment Centre dinilai sebagai suatu sistem yang memiliki akurasi yang cukup tinggi dalam menilai kompetensi pegawai. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Assessment Centre mampu memprediksi kinerja dalam jabatan atau profesi di masa yang akan datang (Stephen Robbins, 2003 : 493).
SDM merupakan aset utama dalam suatu organisasi. Pernyataan bahwa ”man behind the gun” menunjukkan bahwa SDM adalah pelaku utama dalam suatu organisasi dan dengan melakukan assessment dapat diartikan sebagai suatu investasi. Terdapat beberapa metode untuk mengevaluasi level kompetensi, yaitu metode sederhana dan metode Assessment Center. Metode sederhana dapat dilakukan dengan meminta atasan, rekan kerja dan mungkin juga bawahan untuk menilai level kompetensi seorang pegawai, misalnya dengan menggunakan semacam kuesioner yang mengacu pada indikator perilaku per kompetensi. Sedangkan metode Assessment Center dapat dilakukan melalui bermacam-macam tools seperti In Basket Exercise, Leaderless Group Discussion, Management Role Play, Case Analysis & Presentation, Self Assessment, Metode Wawancara (Behavioral Event Interview). Dan yang terpenting dari semua itu adalah Keluaran dari proses assesement yang berupa laporan tentang gambaran kompetensi individu/kelompok.
Ada beberapa masalah yangs sering ditemui dalam penerapaan Assesment Kompetensi ini, saat ini di Indonesia terdapat cukup banyak penyelenggara Assesment Kompetensi, baik itu dari instansi pemerintah, perguruan tinggi, maupun lembaga/perusahaan swasta. Diantara sekian banyak lembaga penyelenggara tersebut ada oknum lembaga yang memberikan bimbingan test, menjual rekomenasi hasil “sesuai pesanan”, menggunakan alat atau instrumen assesement yang tidak sesuai standart profesi dan banyak lagi. Maka diperlukan kecermatan dan kehati-hatian dalam memilih penyelenggara jasa Assesement tersebut. Mulai dari dasar hukum/ badan hukum penyelenggara, pengalaman lembaga dalam menyelengarakan assesment, sumberdaya manusia sebagai Assesor Kompetensi, sarana dan prasarana, metodologi dan tahapan-tahapan dalam proses assesment, serta bentuk pelaporan dan rekomendasi hasil assesment dari penyelenggara assesement tersebut. Laporan dan Rekomendasi hasil yang objektif, independen serta dapat dimengerti oleh para pengambil kebijakan. Dan masalah yng tidak kalah penting bahkan mungkin kunci terpenting keberhasilan dari keseluruhan proses assement kompetensi hingga penerapan dalam tata kelola Pemerintahan yang baik adalah komitmen dari pengambil kebijakan itu sendiri. Karena tidak jarang kita menemui keputusan dari pengambil kebijkana kan lebih memihak kepada kedekatan emosional dan politis dibandingkan hasil rekomendasi secara ilmiah.
Sebuah harapan besar dari setiap penyelenggaraan Assesment Kompetensi sebagai bentuk implementasi dari Undang-undang Aparatur Sipil Negara yang mengamanatkan keterbukaan dan kompetitif dengan berdasarkan kompetensi dan kinerja, dan pejabat yang terpilih bukan hanya “sekedar mau” tapi juga Mampu, bukan karena faktor kedekatan dan faktor-faktor subjektif lainnya tetapi benar-benar individu yang kemampuannya teruji secara empiris. Aparatur Sipil Negara yang Kompeten merupakan awal dalam mewujukan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratif dan terpercaya menuju pemerintahan berkelas dunia. Semoga...(mri/ah/BKD BABEL). 05/02/2015
APPARATUS IS NOT ORDINARY (Competence Assessment Apparatus)
In an era of openness and transparency which upholds the principles of accountability, we need a management management of human resources (HR) and methods related to an objective assessment of competence and can be accepted by the organization, leadership and other supporting elements. Bureaucratic reform puts HR management as one of the pillars of the three pillars making up the renewal of the system of governance apart from the institutional (organization), and management. In order to realize the context of the Civil Administrative and professional quality and availability of information on employee competency profile, which it can be obtained by measuring the implementation of competence or better known as the Assessment of Competence.
With the enactment of Law No. 5 2014 of the Civil State Apparatus (Act ASN), Indonesia entered a new phase of human resources management policies and Apparatus for Closed Career System towards Open Career System. Charging high leadership positions in the bureaucracy be open and competitive among civil servants based on competence and performance. In the implementation of the mandate of the Law of Administrative Civil State to an open casting call, further elaborated in terms of mechanism or procedure how to fill Position Leader High openly in various government agencies, which is stipulated in the Regulation of the Minister of Administrative Reform and Bureaucratic Reform No. 13 of 2014 concerning Procedures for Charging College in Environmental Leadership Position Government Agencies.
In general, the competence is a combination of skills (skills), personal character, and knowledge is reflected through the performance of behavior that can be observed, measured and evaluated. Competence can be divided into two types, namely soft and hard competency competency. Soft competency relates to the ability to manage work processes and build interactions with others. While hard competency with regard to functional ability or technical job. Competence is not only defined as the ability (capability) or expertise (expertise) and skills (skills) alone. But is the result of experience that involves understanding / knowledge, action and mental processes that occur in a certain period of time and repeated resulting ability / expertise in a particular field. Therefore, competence is formed from the interaction between the factors of experience and heredity.
The basis of measurement in the Competency Assessment is in the form of Position Competency Standards (SKJ), which is the competency requirements that must be owned by the employee in performing tasks in the office. Standard of competence required for each level of the structural need to be explained in an informative to all employees so that it can be used as guidelines for the proper staffing (the right man on the right place and on the right job). Occupation Competency Standards useful to assist in the evaluation / assessment of employees and development, aid in recruitment and training programs in accordance with each individual in order to support the needs of the organization. Competency requirements were drafted Regulation of the Head of State Personnel Board No. 13 of 2011 on the Establishment of Competency Standards Position of Civil Servants and the Regulation of the Head of State Personnel Board number 07 of 2013 on the Establishment of Standards of Competence Managerial Civil Servants then standardized into a dictionary competence of the organization.
"Assessment Centre is a behavior-based assessment methods and involve a variety of evaluation techniques, including the use of a wide variety of measuring tools. Assessment Centre is considered as a system that has a high accuracy in assessing the competence of employees. The results showed that the Assessment Centre is able to predict performance in office or profession in the future (Stephen Robbins, 2003: 493).
SDM is a major asset in an organization. The statement that "man behind the gun" showing that human resources are the main actors within an organization and to conduct an assessment can be interpreted as an investment. There are several methods to evaluate the level of competence, which is a simple method and method Assessment Center. Simple method can be done by asking superiors, colleagues and subordinates also possible to assess the level of competence of an employee, for example by using a questionnaire which refers to a kind of behavioral indicators per competency. While the method of Assessment Center can be done through various tools such as In Basket Exercise, Leaderless Group Discussion, Role Play Management, Case Analysis and Presentation, Self Assessment, Interview Method (Behavioral Event Interview). And most important of all it is the output of the process assesement the form of reports on the description of the competence of the individual / group.
There are several problems often encountered in application Competence Assessment, this time in Indonesia there are quite a lot of Competence Assessment organizers, both from government agencies, universities, and institutions / private companies. Among the many institutions of the organizers there are individual institutions that provide guidance test, sell recommendation results "to order", using tools or instruments that do not fit standard assesement profession and more. Then the required accuracy and prudence in selecting the service provider assesement. Starting from the basic laws / legal entity organizer, experience in the institute carry out assessment, human resources as an assessor competence, infrastructure, methodology and stages in the assessment process, as well as the form of reporting and recommendations resulting from the assessment of the organizers assesement. Report and Recommendation of the results of objective, independent, and can be understood by policy makers. And the problem is no less important that perhaps even the most important key to the success of the whole process up to the application assement competence in governance Good governance is a commitment from policy makers themselves. Because it is not rare to see the decision of the Policy makers favored the emotional closeness and political than scientific results recommendations.
A great hope of every implementation Assessment of Competence as a form of implementation of the Act, which mandates the State Civil Apparatus openness and competitive on the basis of competence and performance, and elected officials not only "just want" but also able to, not because of the proximity and factor- other subjective factors but actually the individual abilities tested empirically. State Competent Civil apparatus is early in realize clean governance, effective, and reliable democratic towards a world class administration. Hopefully...