Urgensi Pemberian Bantuan Hukum Kepada Aparatur Sipil Negara (Translate)

Negara mengakui dan melindungi serta menjamin hak asasi setiap orang/individu sebagai warga negara atas perlakuan yang sama dihadapan hukum (equality before the law). Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Kemudian, juga pada pasal 28 D ayat (2) disebutkan setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

 

Namun selama ini, perlakuan yang sama dihadapan hukum terutama tentang pemberian bantuan hukum bagi pencari keadilan yang “tidak/kurang mampu” sebagai perwujudan akan kebutuhan akses terhadap keadilan (access to justice) masih dengan pemahaman dalam arti dan masih dikhususkan hanya kepada “orang/ kelompok orang miskin” sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Didalam pasal 28 H ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

 

Didalam pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 tersebut di atas dapat diartikan bahwa setiap orang/individu sebagai warga negara tanpa membedakan latar belakangnya (orang miskin, tidak berpendidikan, keturunan, buta hukum, status, ras, agama dan lain-lain) berhak memperoleh keadilan melalui mekanisme yang adil dan akuntabel (bertanggung jawab) melalui lembaga peradilan (keadilan untuk semua/justice for all) atau untuk memperoleh kemudahan dalam mencapai keadilan tersebut (akses menuju keadilan) atau dengan kata lain setiap orang berhak untuk memperoleh pendampingan dan bantuan hukum ketika berhadapan dengan proses hukum baik diluar proses pengadilan (non litigasi) maupun didalam proses pengadilan (litigasi).

 

Menurut data Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, pada tahun 2013-2014 hampir 40% Aparatur Sipil Negara (ASN) yang masuk penjara karena telah melaksanakan tugas kedinasan dan kepemerintahan serta tugas kegiatan pembangunan dibiarkan begitu saja tanpa mendapat pendampingan dan bantuan hukum oleh pengacara/advokat. Hal itu disebabkan beberapa faktor dari ketidakmampuan mereka. Padahal, ini merupakan hak asasi mereka (bagi yang berstatus PNS). Sebagaimana ditegaskan didalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), bahwa hak untuk memperoleh pendampingan dan bantuan hukum atau dengan kata lain hak untuk memperoleh keadilan (terutama melalui lembaga peradilan) pada BAB III Bagian Keempat UU HAM tersebut, merupakan hak bagi setiap orang/individu/pencari keadilan sebagai warga negara tanpa membedakan latar belakangnya/keadilan untuk semua (justice for all).

 

Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 68 ayat (2) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Korps Pegawai Republik Indonesia disebutkan bahwa Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) KORPRI dapat dibentuk pada setiap tingkatan kepengurusan KORPRI sebagai satuan pelaksana kegiatan di bidang pendampingan dan bantuan hukum bagi anggota KORPRI, yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada organisasi KORPRI sesuai tingkat kepengurusan. Karena dinilai sangaturgen, maka perlu dibentuk dan diatur penyelenggaraan Unit Pelaksana Kegiatan yang mampu memberikan perlindungan hukum, membela kebenaran dan keadilan dikalangan Apartur Sipil Negara dalam satu wadah Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) yang menjamin terwujudnya solidaritas dan soliditas semua PNS/Anggota KORPRI dalam memperjuangkan hak asasinya pula sebagai warga negara.

 

Sejalan dengan hal itu, setelah dilaksanakannya Nota Kesepakatan Kerjasama atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Dewan Pengurus KORPRI Nasional (DPKN) dengan Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI), maka sebagai hasil penjabaran MoU tersebut telah ditetapkan Peraturan Dewan Pengurus KORPRI Nasional Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pedoman Pendirian Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Korps Pegawai Republik Indonesia (LKBH KORPRI) serta Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) bagi Aparatur Sipil Negara/Anggota KORPRI, perlu kiranya diatur secara lebih komprehensif dari ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan ketentuan adendum dalam Pasal 12 Peraturan DPKN dimaksud, agar dapat dijadikan pedoman dalam pembentukan dan pendirian, teknis pelaksanaan setelah LKBH KORPRI terbentuk dan berdiri, serta dalam rangka peningkatan LKBH KORPRI di daerah khususnya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada masa yang akan datang.

 

Sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, semakin memperkokoh adanya kewajiban negara dalam hal ini pemerintah maupun daerah untuk menjamin pemberian pendampingan dan bantuan hukum kepada PNS yang sedang menghadapi masalah (kasus) hukum. Sedangkan kasus-kasus yang menjadi prioritas dan dapat dibantu/ditangani oleh pemerintah dalam hal ini LKBH KORPRI sesuai dengan ketentuan didalam UU ASN tersebut, adalah masalah hukum yang dihadapi di pengadilan yang masih ada hubungan dengan pelaksanaan tugas PNS (kedinasan dan kepemerintahan). Terlepas dari apakah termasuk perkara pidana ataupun perdata, asalkan kasus yang dihadapi aparatur tersebut terjadi karena sedang atau setelah melaksanakan tugas kedinasan dan kepemerintahan.

 

BANTUAN HUKUM DAN AKSES MENUJU KEADILAN

Pengertian Bantuan Hukum adalah jasa melalui advokat dengan cuma-cuma bagi pencari keadilan yang termasuk golongan “tidak/kurang mampu” dari segi pemahaman hukum terkait bagi orang/individu/pencari keadilan yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil/Anggota KORPRI yakni arti “orang buta hukum beracara di pengadilan” dan “tidak mampu membayar jasa pengacara/advokat”.

 

Menurut Pasal 22 ayat (1) UU Advokat bahwa advokat wajib memberi bantuan dengan cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Dalam peraturan pelaksanaannya (PP No. 83 tahun 2008) maka advokat dilarang dalam 2 (dua) hal :

a.    Dilarang menolak permohonan bantuan hukum secara cuma-cuma.

b.  Dilarang menerima pemberian atau meminta pemberian dalam bentuk apapun dari pencari keadilan yang tidak mampu tersebut.

 

Sedangkan pengertian Akses Menuju Keadilan (Access to Justice) adalah kesempatan/ kemampuan setiap warga negara tanpa membedakan latar belakangnya (ras, agama, keturunan, pendidikan, status, atau tempat lahirnya) untuk memperoleh keadilan melalui lembaga peradilan. Termasuk juga akses bagi masyarakat khususnya bagi orang/kelompok orang miskin, orang/ kelompok orang yang termarjinalkan karena suatu kebijakan publik, orang/kelompok orang yang hak-hak sipil dan politiknya terabaikan, komunitas masyarakat adat terpencil, buta hukum dan tidak berpendidikan terhadap mekanisme yang adil dan akuntabel (bertanggung jawab) untuk memperoleh keadilan dalam sistem hukum positif melalui lembaga peradilan.

 

Berdasarkan pemahaman hukum diatas, untuk meringankan beban biaya dari ketidakmampuan PNS/Anggota KORPRI yang bermasalah hukum yang hendak memperoleh keadilan, maka tidak menyalahi aturan dan sudah menjadi kewajiban negara/daerah apabila disediakan dana bantuan hukum dan/atau honorarium tersebut oleh Negara/Daerah, yang disesuaikan pula dengan kemampuan keuangan Negara/Daerah bersangkutan, dan sebagai contoh yang selama ini telah dianggarkan oleh Pengadilan bagi masyarakat miskin (tidak mampu) yang menghadapi masalah hukum untuk memperoleh keadilan melalui lembaga peradilan.

 

Terkait tentang imbalan jasa pengacara/advokat dikaitkan dengan kewajiban pengacara/advokat untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak/kurang mampu, maka berdasarkan Pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Oleh karena itu, walaupun pengacara/advokat sebagai sebuah profesi/pekerjaan/mata pencaharian yang diwajibkan untuk memberikan bantuan hukum cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak/kurang mampu, maka advokat yang telah melaksanakan tugas pemberian bantuan hukum dalam hubungan kerjanya dengan yang diberi bantuan hukum (orang yang berstatus PNS yang bermasalah hukum) tetap akan diberikan imbalan/honorarium secara adil dan layak yang dijamin oleh negara yang dianggarkan/dibebankan melalui APBN/APBD dan yang besarannya disesuaikan pula dengan peraturan yang berlaku serta kemampuan keuangan negara/daerah (pemerintah provinsi/kabupaten/kota) yang bersangkutan.

 

Dari beberapa pemahaman diatas, maka Negara atau Pemerintah maupun Pemerintah Daerah c.q. Sekretariat DPP KORPRI Kepulauan Bangka Belitung melalui unit pelaksana kegiatan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Korps Pegawai Republik Indonesia (LKBH KORPRI) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk menjamin adanya pemberian bantuan hukum kepada PNS/Anggota KORPRI/Aparatur Sipil Negara yang sedang menghadapi masalah hukum dengan menganggarkan biaya operasional terhadap jaminan dan kewajiban negara tersebut diatas.

 

BANTUAN HUKUM BAGI PEGAWAI

Maksud dan tujuan dilaksanakannya Pemberian Bantuan Hukum kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) ini, adalah adanya jaminan Negara atau Pemerintah maupun Pemerintah Daerah yang dalam hal ini, Sekretariat DPP KORPRI Bangka Belitung melalui unit pelaksana kegiatan LKBH KORPRI Provinsi Bangka Belitung untuk memberikan pendampingan dan bantuan hukum kepada aparatur yang menghadapi masalah hukum baik didalam proses pengadilan maupun diluar proses pengadilan.

 

Dengan adanya pemberian bantuan hukum kepada Aparatur Sipil Negara ini, beberapa harapan yang ingin dicapai kedepan, sebagai berikut :

a)   Meningkatnya rasa aman dan kenyamanan PNS/Anggota KORPRI dalam bekerja atau dalam melaksanakan tugas dan fungsi serta kegiatan pembangunan.

b)   Terwujudnya aparatur yang profesional, berintegritas, netral, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik KKN, memiliki kompetensi sesuai bidangnya serta berkinerja dan berdisiplin tinggi dalam mendukung keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi.

c)    Meningkatnya kesempatan/kemampuan aparatur yang bermasalah hukum untuk memperoleh keadilan melalui lembaga peradilan atau untuk memperoleh pendampingan dan bantuan hukum secara cuma-cuma baik diluar proses pengadilan maupun didalam proses pengadilan. (ru/ah/BKD Babel). 17/03/2015

 

Urgency Providing Legal Aid To the Civil State Apparatus

The State recognizes and protects and guarantees the rights of every person / individual as a citizen to equal treatment before the law (equality before the law). It is as defined in Article 28 D Paragraph (1) of the Act of 1945 which says everyone has the right to recognition, security, protection and legal certainty and equal treatment before the law. Then, also on Article 28 D (2) states every person has the right to work and to receive remuneration and fair treatment and decent in the employment relationship.

But so far, the same treatment before the law, especially concerning the provision of legal assistance for justice seekers that "no / less able" as a manifestation of the need for access to justice (access to justice) is the understanding of the meaning and still is devoted only to "people / groups the poor "as has been stipulated in Law No. 16 of 2011 on Legal Aid. H in Article 28 paragraph (2) of the Act of 1945 states that every person is entitled to the ease and special treatment to obtain the same opportunities and benefits in order to achieve equality and justice.

In the Article 28 of the Act of 1945 mentioned above can be interpreted that any person / individual as a citizen regardless of his background (the poor, uneducated, ancestry, legally blind, status, race, religion, etc.) are entitled to justice through a mechanism that is fair and accountable (responsible) through judiciary (justice for all / justice for all) or to acquire ease in achieving of justice (access to justice), or in other words, every person has the right to obtain assistance and legal aid when dealing with good legal proceedings outside the court (non litigation) or in litigation (litigation).

According to data from the Head Office of the Ministry of Justice and Human Rights of Bangka Belitung Province, in 2013-2014 almost 40% of the State Civil Apparatus (ASN) who went to prison for having exercised official duties and tasks of governance and development activities go unpunished without getting assistance and legal assistance by a lawyer / advocate. This was due to several factors from their disability. In fact, this is their human right (for civil servants). As defined in the Act No. 39 of 1999 on Human Rights (HAM), that the right to obtain assistance and legal aid, or in other words the right to obtain justice (mainly via the judiciary) in Chapter III of Part Four of Human Rights Law, comprise the right of every person / individual / seeker of justice as a citizen without distinction of background / justice for all (justice for all).

In order to implement the provisions of Article 68 (2) Decree of the President of the Republic of Indonesia Number 24 Year 2010 on the Ratification of the Statutes Corps of Indonesian Civil Servants mentioned that the Institute of Consultancy and Legal Aid (LKBH) KORPRI can be formed at every level of management KORPRI as a unit of implementing activities in the field assistance and legal aid for members KORPRI, which is located under and responsible to the organization KORPRI appropriate management level. As judged very urgent, it is necessary to set up and regulated operation of Unit Implementation capable of providing legal protection, defense of truth and justice among Apartur Civil State in a container Corps of Indonesian Civil Servants (KORPRI) which ensures the realization of the solidarity and solidity of all PNS / Member KORPRI in fighting Similarly basic rights as citizens.

Along with that, after the implementation of the Memorandum of Cooperation Agreement or Memorandum of Understanding (MoU) between the Board KORPRI National (dpkn) by the National Board of the Indonesian Advocates Association (DPN PERADI), then as a result of the translation of MoU has been assigned the Regulation Board KORPRI National No. 1 Year 2011 on Guidelines for the Establishment Institute for Consultancy and Legal Aid Corps of Indonesian Civil Servants (LKBH KORPRI) and Special Education Profession Advocate (PKPA) for the Reform of Civil State / Member KORPRI, it would need to be regulated more comprehensive than the provisions of Article 2 paragraph (2) and amendment of the provisions in Article 12 of Regulation dpkn intended, to be used as guidelines in the formation and establishment of, the technical implementation after LKBH KORPRI formed and stands, as well as in enhancing the LKBH KORPRI in the area, especially in Bangka Belitung in the future.

Since the enactment of Law No. 5 of 2014 on the Civil State Apparatus, further strengthen the country's obligations in this regard and local government to ensure the provision of assistance and legal aid to the civil servants who are facing the problem (case) law. While the cases are prioritized and may be assisted / handled by the government in this case LKBH KORPRI accordance with the provisions in the Law on the ASN, are facing legal issues in court that it is related to the implementation of the tasks of civil servants (official and governance). Regardless of whether including civil or criminal cases, as long as the case at hand happens because the apparatus is or after carrying out official duties and governance.

LEGAL AID AND ACCESS TO JUSTICE

Definition of Justice Assistance is a service through advocate freely for justice seekers who belonged to the "no / less able" in terms of understanding of the relevant law for the person / individual / justice seeker status as a civil servant / Member KORPRI the meaning of "the blind laws proceedings in court "and" can not afford the services of a lawyer / advocate ".

According to Article 22 paragraph (1) of the Advocate Law that an advocate is required to provide assistance at no charge to the justice seekers who can not afford. In its implementing regulation (Regulation No. 83 of 2008), the advocate is prohibited within two (2) things:

a. Prohibited reject the application for legal aid free of charge.

b. Prohibited from receiving gifts or requesting the provision of any kind of justice seekers who can not afford it. 

While understanding Towards Justice Access (Access to Justice) is an opportunity / ability of every citizen regardless of his background (race, religion, ancestry, education, status, or place of birth) to obtain justice through the courts. Including access for people, especially for people / groups of poor people, people / groups of people marginalized as a public policy, people / groups of people whose civil rights and political neglect, indigenous communities isolated, legally blind and uneducated to the mechanism fair and accountable (responsible) for obtaining justice in the system of positive law through the courts.

Based on the understanding of the law above, to alleviate the burden of the cost of the inability PNS / Member KORPRI problematic law to be justice, it does not violate the rules and it is the duty country / region when provided legal assistance funds and / or honorarium is by Countries / Regions, which adapted well to the financial capacity of the State / Region concerned, and as an example that had been budgeted by the Court for the poor (incapable) who face legal problems to obtain justice through the courts.

Related on fee lawyer / advocate associated with the obligation of a lawyer / advocate to provide legal assistance free of charge to the justice seekers who do not / less able, based on Article 28H of the Act of 1945 which states that everyone has the right to work and to receive remuneration fair and reasonable in working relationships. Therefore, although the lawyer / advocate as a profession / job / livelihood are obliged to provide legal assistance free of charge to the justice seekers who do not / less able, the lawyer who has undertaken the task of providing legal aid in his working relationship with the given aid law (who were civil servants problematic law) will still be rewarded / honorarium fair and decent guaranteed by the state budgeted / charged through APBN / APBD and the amount is adjusted well with the existing regulations as well as the financial capacity of countries / regions (the provincial government / district / city) concerned.

Some understanding of the above, the State or Government and the Local Government cq Secretariat DPP KORPRI Bangka Belitung through implementation unit activities Organization for Consultancy and Legal Aid Corps of Indonesian Civil Servants (LKBH KORPRI) Bangka Belitung province to ensure the provision of legal assistance to PNS / Member KORPRI / Apparatus State Civil facing legal problems with budgeted costs operations against collateral and obligations of the above mentioned countries.

LEGAL ASSISTANCE FOR EMPLOYEES

The intent and purpose of implementation of Providing Legal Assistance to the Reform of Civil State (ASN), it is the guarantee of State or Government and Local Government in this regard, the Secretariat DPP KORPRI Bangka Belitung through implementation unit activities LKBH KORPRI Bangka Belitung province to provide assistance and legal aid to officers who face legal problems either in litigation or outside court proceedings.

With the provision of legal assistance to the State Civil Apparatus, some hope to be achieved in the future, as follows:

a) Increased sense of security and comfort PNS / Member KORPRI in work or in carrying out its duties and functions and development activities.

b) The realization of the professional apparatus, integrity, neutral, free from political intervention, net of corrupt practices, have the appropriate competence field and performing and highly disciplined in supporting the successful implementation of bureaucratic reform.

c) Increased opportunity / capability of the apparatus is problematic law to obtain justice through the courts or to obtain assistance and legal aid free of charge either outside or inside the court proceedings the court process.

Penulis: 
Rumiyanto
Sumber: 
BKPSDMD